25
Apr
Johann Heinrich Pestalozzi
Johann Heinrich
Pestalozzi (lahir di Zürich, 12 Januari 1746 – meninggal di Brugg, 17 Februari
1827 pada umur 81 tahun) adalah seorang pendidik yang mempelopori sistem
pendidikan (pedagogue) baru di Swiss dan dikenal sebagai Pendiri Sekolah Dasar
Modern.
1.
Biografi Singkat
a.
Masa
Kecil
Pestalozzi lahir pada
tanggal 12 Januari 1746 di Zürich dan meninggal pada tanggal 17 Februari 1827
di Brugg. Ayahnya seorang dokter, yang meninggal pada saat Pestalozzi berumur 6
tahun dan sejak itu dia diasuh oleh ibunya. Pada masa kecilnya, Pestalozzi
merupakan anak yang tidak begitu tertarik dengan tugas-tugas belajar yang
menggunakan metode menghafal di sekolah, tetapi dia lebih berminat dengan
tugas-tugas yang menggunakan daya imajinasi. Kelainan sifatnya itu dipengaruhi:
(1) selama masa kanak-kanak, keadaan tubuh Pestalozzi lemah sehingga
menyebabkan dia sering sakit-sakitan. Hal ini kemudian menyebabkan (2) dia
tidak dapat bergaul dan bermain seperti anak laki-laki pada umumnya dan lebih
merasa aman dalam hubungan dengan ibunya. (3) Di samping itu, fakta bahwa tidak
adanya tokoh laki-laki yang mengambil peran dalam keluarga Pestalozzi, membuat
dirinya hidup dalam dunia khayalan. Alhasil, Pestalozzi tampak memiliki
kelainan sifat yang berbeda dengan teman-teman sebayanya, sehingga akhirnya dia
dijuluki Heinrich Bodoh dari Kota Aneh.
b.
Kehidupan
selanjutnya
Pada tahap awal
perjalanan kariernya, Pestalozzi berkeinginan untuk mengikuti jejak kakeknya
yang adalah seorang pendeta Protestan yang melayani jemaat di pedesaan.
Keinginan ini berawal ketika Pestalozzi melihat adanya ketidakadilan dan
penindasan yang dilakukan oleh para penguasa terhadap rakyat di daerah itu.
Pestalozzi prihatin terhadap nasib mereka yang tertindas dan ingin menolong
mereka memperoleh pendidikan. Pendidikan yang memadai dianggap sebagai solusi
untuk keluar dari penindasan tersebut. Atas dorongan kakeknya, Pestalozzi masuk
ke salah satu perguruan tinggi. Akan tetapi, ketika menempuh proses
pembelajaran di perguruan tinggi, Pestalozzi lebih tertarik pada gaya penulisan
dan pemikiran pengarang klasik. Ia bahkan pernah menerjemahkan karangan bermutu
tinggi milik Demosthenes. Ketertarikannya terhadap filsafat kuno itu membuatnya
ragu akan tujuannya yang semula. Semakin ragu lagi ketika ia berkotbah di depan
klasis dan mendadak berhenti karena lupa isinya. Pengalaman buruk ini membuat
Pestalozzi mundur dari keinginannya untuk menjadi seorang pendeta.
Alternatif lain yang
ia pilih untuk membantu kaum yang tertindas itu ialah dengan menjadi seorang
pengacara. Akan tetapi, usaha ini juga gagal karena ia dan kelompoknya dianggap
terlalu radikal dalam membela hak rakyat yang menerima ketidakadilan.
Kegagalan menjadi
seorang pendeta dan pengacara ini tergantikan dengan hadirnya seorang wanita
yang 8 tahun lebih tua darinya, Anna Schulthess. Wanita yang kemudian menjadi
istrinya ini tak lain adalah tunangan sahabatnya sendiri, Bluntschli, yang
telah meninggal.
2.
Dasar Pendidikan Teologis
Dalam pandangan
teologisnya, Pestalozzi memberikan penjelasan bahwa untuk menentukan sebuah
metode pendidikan yang baik, perlu didasarkan pada beberapa point, antara lain:
a) kepercayaan
kepada Allah (dalam memahami ini, Pestalozzi memberikan penggambaran bahwa
manusia perlu bersandar kepada Allah sebagai pencipta dan awal dari segala
pengetahuan).
b) alam sebagai
pedoman (pemaparan tentang point ini lebih kepada penalaran kita dalam
menyesuaikan proses belajar kita kepada irama alami).
c) Yesus dalam pelayanan kepada
sesama dilihat sebagai contoh ideal.
d) manusia memiliki jati diri dan
tugas selama hidup di dunia, yang dibagi kedalam lima point:;
> sebagai makhluk yang memiliki
kepercayaan di mana di dalamnya memiliki pengalaman beriman secara pribadi
> yang memiliki
sifat-sifat alamiah
> merupakan
makhluk sosial
> bermoral
> memiliki sifat
ilahi.
3.
Dasar Ilmu Jiwa
Pestalozzi juga
mengembangkan dasar ilmu jiwa di dalam pendidikannya. Hal ini dilakukan untuk
mengamati naradidik, agar sistem mengajar yang nantinya digunakan dapat sesuai
dengan kebutuhan naradidik.
4.
Peran Pengajar
Oleh sebab itulah
Pestalozzi memberikan beberapa point yang dianggap penting dari hasil
pengamatannya tentang tugas dari seorang pengajar, antara lain:
a.
pengajar
bertugas memberikan pengetahuan baru jika naradidik sudah memahami pengetahuan
yang telah diberikan sebelumnya
b.
pengajar
bertugas memberikan tugas belajar dalam ruang lingkup yang terbatas dan terarah
agar naradidik dapat focus
c.
memanfaatkan
pancaindera yang dimiliki naradidik dalam proses belajar-mengejar
d.
mengelompokkan
dan menggunakan tiga point penting dalam mengajar, yaitu: jumlah, bentuk, dan
bahasa
e.
mengembangkan
nalar berpikir naradidik dalam menerima sebuah pengetahuan
f.
melalui
pengembangkan nalar berpikir naradidik dituntut untuk memupuk perasaan dan
penghargaan terhadap alam sekitarnya
g.
menempatkan
pengalaman jasmani dan akal dalam pengalaman moral dan rohani.
5.
Peranan Orang Tua
Pestalozzi juga
menekankan satu point yang penting dalam pendidikan, yaitu peran orangtua
sebagai pengajar pertama yang didapatkan naradidik. Bagi Pestalozzi, orangtua
haruslah berperan dalam menanamkan iman dalam diri naradidik melalui kasih
sayang yang diberikan dirumah. Melalui pengalaman ini, orangtua dapat
memberikan sebuah contoh yang nyata dalam perlakuan mereka kepada naradidik
yang dapat memberikan gambaran bahwa beginilah kasih Allah kepada manusia.
Sehingga harapan dari Pestalozzi bahwa naradidik juga dapat membawa pengalaman
imannya kedalam ruang pembelajaran dikelas. Di mana proses pembelajaran yang
ditawarkan oleh Pestalozzi bukanlah proses pembelajaran yang sudah ada dan
telah baku, akan tetapi Pestalozzi memulainya dengan pengalaman-pengalaman dan
kemudian berefleksi atas semua pengalaman-pengalaman itu.
6.
Metode
Dengan memakai metode
pengalaman, maka Pestalozzi dalam merumuskan dasar-dasar kurikulumnya
menggunakan akal, tubuh dan hati, sebagai tiga point yang penting dalam proses
pembelajaran yang dianjurkan oleh Pestalozzi dengan memanfaatkan pancaindera
dari naradidik. Oleh sebab itulah, Pestalozzi berharap agar pendidikan ini
dapat dirasakan oleh setiap anak tanpa memandang status sosialnya. Kesetaraan
dalam menerima pendidikan itulah yang sebenarnya menjadi point penting yang
diinginkan oleh Pestalozzi bagi anak-anak, karena semua ini merupakan sebuah
dobrakan yang diberikan agar pendidikan dapat dirasakan oleh semua golongan
masyarakat.[1]